TUNGGU PELANGGAN - Hj Siti Fatimah berjualan di Ujung Murung |
Barambai, Rantau Barambai
barapit dua Rantau Badauh
Baimbai bulik baimbai..baimbai
rapat dua jukung
Jangan bajauh
Ka Tamban-kah Aluh Aluh mandapat
bidawang lawan biyuku
Padahkan lawan Ma’Galuh
tukarakan kambang barenteng
barang sasuku
Reff :
Jukung dua janganlah baalih
Balarut banyu sampai ka sini
Kambang Barenteng pangikat kasih
Kasih sampai ka mati
Kahada kambang babanting
Kumbang nang babanting mau
ajakah
Kahada kambang barenteng
Kambang nang barapai mau ajakah
LIRIK
di atas merupakan salah satu lagu Banjar fenomenal warisan H Anang Ardiansyah
yang berjudul Kambang Barenteng. Tentunya terciptanya lagu ini lantaran Kambang
Barenteng begitu populer di kalangan masyarakat Banjarmasin.
Tetuha
Urang Pengambangan, Bahrah (77) mengatakan, sejak dulu Kampung Pengambangan
memang banyak dihuni penjual kambang. Bahkan datu atau nenek moyangnya pun
turun temurun mewariskan profesi jual Kambang Berenteng itu kepadanya. Hingga
sekarang, kendati usia sudah sangat tua, Bahrah pun masih berjualan di Pasar
Sudimampir Ujung Murung Banjarmasin.
“Ini
sudah mulai pedatuan jualan kambang berenteng, sampai sekarang” ucapnya kepada
Radar Banjarmasin, Minggu (9/8) kemarin di kediamannya Jalan Pengambangan
(Simpang Babagi) Kelurahan Pengambangan Banjarmasin.
Profesi
jualan kambang barenteng ini ibarat warisan budaya yang diturunkan kepada anak
cucunya. Bahkan anaknya pun di Pengambangan juga berprofesi jualan kembang.
Walaupun tidak setiap hari ke Pasar Sudimampir.
Begitu juga
pengrajin kambang barenteng. Mereka pun turun temurun mewariskan profesi
merenteng kembang itu kepada anaknya. Bagi anak perempuan ada yang mau ada yang
tidak, namun bagi anak laki-laki terkadang tidak ingin melanjutkan profesi
ibunya.
Kebanyakan
pengrajin adalah ibu rumah tangga. Hasil dari merenteng kembang ini bisa
dijadikan alternatif membantu pekerjaan suami mencari nafkah. “Karena
bekerjanya di rumah juga, jadi bisa santai. Penghasilannya lumayan bisa
membantu suami bekerja,” ucap Ujah, salah satu pengrajin Kambang Berenteng di
Gang Ar Raudah Pangambangan Banjarmasin.
Sayangnya,
tidak mudah untuk mendapatkan sejarah asal muasal hadirnya Kambang Berenteng di
Kampung Pengambangan ini. Beberapa tetuha di Pengambangan pun tidak mengetahui
asal muasalnya. Banyak yang mengatakan ada hubungannya dengan kisah-kisah zaman
bahari seperti Nenek Randa, Pangeran dan Putri. Namun kisah-kisah ini belum
bisa dibuktikan kebenarannya.
“Banyak
andi-andi (andai-andai, red) juga. Tidak tau benar atau tidaknya. Dari kisah
pedatuan seperti itu,” pungkas Bahrah.
Sedikit
diceritakan Tetuha Pengambangan, Nenek Biah, dulunya Nenek Randa konon
dikabarkan di Pulau Kadap Pengambangan Banua Anyar. Profesinya adalah penjual
dan juga pengrajin kembang. Ia biasanya berjualan menggunakan jukung di sungai.
Singkat
cerita, Nenek Randa mencari ikan di guntung. Namun selalu saja mendapatkan
siput (sebagian ada yang mengatakan Gondang). Siput itu kemudian dibawa ke
rumah. Suatu hari, ketika Nenek Randa pulang ke rumah, tiba-tiba saja makanan
sudah tersaji lengkap. Beberapa kali itu terjadi. Nenek Randa pun kemudian
menantang orang yang menyajikan makananya tadi. Konon ternyata yang menyajikan
makanan itu adalah si Siput tadi yang cantik rupanya.
Putri
tadi kemudian dirawat Nenek Randa di rumah. Ia pun belajar merenteng kembang.
Hasil rentengan putri ternyata luar biasa. Rangkaian kembangnya cantik. Nenek
Randa pun membawa kambang barenteng itu untuk dijual. Tiba-tiba ada pangeran
yang tertarik membelinya, bahkan ingin mengetahui siapa gerangan yang merangkai
kambang barenteng tersebut. Pangeran pun kemudian ke rumah Nenek Randa. Sehingga
berita kambang barenteng ini pun tersebar di kampung. Semua warga mulai
berjualan kambang berenteng.
Sekarang
di area Pulau Kadap sudah didirikan sebuah bangunan usaha milik swasta. Padahal
dulunya, warga Pengambangan banyak ziarah ke kawasan ini. Konon dikabarkan, Nenek
Randa dikuburkan di sana. Namun sampai saat ini, cerita ini masih belum bisa
dibuktikan kebenarannya. (*)
0 komentar:
Posting Komentar